Friday, August 15, 2014

Distopia Di Selangkangan Anubis

Setelah subtitusi 2 orang paling penting di republik ini, setelah di umumkan siapa yang akan mematenkan fotonya di tembok tembok kelas sekolah berdampingan dengan anonymous bernama garuda pancasila. tak usah terlalu berharap pada dia dan dia yang nantinya di sumpah dengan kitab suci suatu agama sebenarnya terdengar lebih masuk akal di bandingkan mengeluhkan nama, berteriak seakan paling tau tentang negara, tentang agama dan seharusnya seperti apa dan bagaimana. tetapi ikut mencaci maki pilihannya saat suara sudah tak mewakili harapan awal dan dirasa pemimpin yang di pujanya tak bertindak sesuai apa yang ada di dalam kepala. kepala duaratus juta lebih manusia, apa yang paling mungkin terjadi adalah sama seperti sebelumnya.

Ribuan wacana ide, konsep atau apapun namanya semua tertulis indah tapi hanya sebagai rima , tak ada satupun realisasi dan tak satupun terlihat mata. karna mungkin sudah di gariskan oleh yang kuasa jika kita manusia memang lebih akrab dengan impresi tanpa mau terlalu ber dekatan dengan realita. realita 1 miliar perut dan isi kepala di bagi lima. jutaan makna tak tergali sebagai kata, semuanya di visualisasikan dalam bentuk maya, tak satupun teraba fakta. fakta paling baru dan nyata yang kita tau adalah acara pagi seperti dahsyat pun mengurangi jumlah video klip nya lalu di timpa dengan curhatan dan saling menjatuhkan dengan bahan obrolan seputar masalah pribadi pembawa acaranya, ok ini berarti dahsyatnya selera musik remaja remaja labil yang tiap sore berkeliaran berboncengan tiga tanpa pelindung kepala dan belahan dada pun di korupsi demi kepentingan selera.

Itu semua serupa anubis menertawakan mitologi tentang kematian yang nantinya terlalu menghiperbolakan namanya. serupa nemesis penuh empati dan memperolok dewa dewa yang dalam cerita berbaris rapi dalam tatanan kasta. serupa hitler merobek swastika dan muntah di satu piring bersama yahudi yahudi yang kelak di bantainya. serupa osama bin laden mengibarkan gencatan di atas gedung berwarna sama dengan bendera yang dia bawa. serupa demigod yang menzinahi berhala di tiupan terakhir sangkakala. bertentangan dengan yang sebenarnya terjadi. dimana dongeng dongeng tentang keselarasan, kesejahteraan total, damai yang merata se nusantara, penuh kasih, toleransi antar sesama ibarat puisi yang di bawakan lucifer di atas tumpukan sampah serapah yang di kemas lebih rapi dari dasi dasi pemuka negara.

Jangan berharap terlalu banyak jika tak ingin lebih di kecewakan lagi. hidupi hidup masing masing secara vertical lalu jangan mengikuti arus. karena di balik semua selalu ada alasan, di balik alasan selalu ada tujuan. dan tujuan siapa pun adalah untuk memiliki semua.

Semasih industrialis berdiri di atas pundak buruh buruh dengan emosi terkhir di pintu pintu pabrik. semasih wakil rakyat tak memposisikan dirinya sebagai wakil dari rakyat. wakil dari rakyat dan wakil dari rakyat. perpanjangan tangan dari orang orang itu adalah posisi nyaman di pemerintahan dan kesejahteraan personal. pahami itu.

Jangan definisikan Indonesia dengan surga seperti pada lagu koes plus. karna aburizal bakri dan lapindonya telah cukup mewakilinya dengan beberapa rangkaian kata. karna sosok seperti gayus telah terlebih dahulu memakmurkan dirinya sebelum penjara memformalkan perbuatannya. karna deretan gedung gedung baru yang tak jelas perijinannya telah menamatkan kesahajaan sebelum pembahasannya bermula. karna rumah ibadah bagi kaum minoritas sudah seperti air di tengan sahara. karna darah sesama saudara mengalir di pedang pedang yang bernama sama. maka sabaiknya berdamailah dengan kenyataan yang ada, karna cerita yang kau dengar tentang visi misi sarat makna akan tetap menjadi cerita. seperti cerita yang kita ceritakan dalam bercerita!

0 komentar:

Post a Comment

 
| - |